WARTALIKA.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam aksi tindakan oknum guru SD berinisial MS di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, yang memberikan sanksi memasukan sampah ke mulut belasan peserta didik hanya karena dianggap salah dan berisik.
“Sanksi semacam ini jelas sangat tidak mendidik, membahayakan kesehatan peserta didik dan merupakan salah satu bentuk kekerasan,” ujar Komisioner KPAI, Retno Listyarti dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (29/1/2022).
Untuk itu, KPAI meminta Satuan Pendidikan dan Dinas Pendidikan Kabupaten Buton untuk menggunakan ketentuan atau mekanisme pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan yang berpedoman pada Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulan Kekerasan di satuan pendidikan.
Retno pun menjelaskan, dalam Permendikbud tersebut, ada panduan untuk satuan pendidikan membangun sistem pencegahan kekerasan, yaitu dengan membentuk satgas anti kekerasan yang tidak hanya melibatkan perwakilan warga sekolah tapi juga melibatkan aparat Babinsa, Kepolisan dan RT/RW serta unsur terkait lainnya.
“Permendikbud ini juga memandu tentang penanggulangan jika terjadi kekerasan di lingkungan sekolah, ada penindakan karena ada ketentuan sanksi bagi pelaku kekerasan,” katanya.
Retno berharap sekolah juga diwajibkan memiliki sistem pengaduan, dimana pengaduan tidak tunggal hanya ke sekolah, tetapi bisa juga melibatkan KPAD setempat, P2TP2A, dan lainnya.
Menurutnya, pihaknya juga mendorong sekolah dan Dinas Pendidikan menghormati orangtua yang melakukan laporan ke kepolisian, karena itu merupakan haknya. Hak anak pelapor harus tetap dipenuhi dan dilindungi.
“Anak pelapor termasuk anak-anak lain yang mengalami penghukuman makan sampah, wajib di asesmen psikologi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Buton,” imbuhnya.
Selanjutnya kotban harus mendapatkan pendampingan psikologis agar mereka bisa pulih seperti sediakala dan tidak takut datang ke sekolah.
Lebih jauh, KPAI juga mengapresiasi pihak Kepolisian menangani perkara ini karena akan bertindak sesegera mungkin untuk melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan terlapor. Dalam perkara ini, polisi dapat menggunakan pasal 76C dalam UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
“Mari kita hormati proses ini dan mempercayakan pihak kepolisian untuk bekerja maksimal,” jelas Retno.
Sebelumnya, oknum guru berinisial MS di salah satu sekolah dasar negeri (SDN) di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, menjadi viral karena menghukum belasan muridnya dengan memberikan makan sampah plastik, adapun alasan di hukum karena ke 16 anak itu dianggap berisik.
Berdasarkan pengakuan para korban, sampah itu diambil dari dalam bak sampah yang berada di depan kelas. Diketahui oknum guru tersebut mengajar di kelas 4, sedangkan korbannya adalah murid kelas 3.
Peristiwa itu terjadi saat siswa di kelas 3A ribut karena guru kelasnya belum datang. Oknum guru tersebut, yang sedang mengajar di kelas 4, mendatangi kelas 3A. Ia mengimbau kepada murid agar tidak ribut. Karena siswa ribut lagi, kemudian MS mendatangi kembali kelas 3A sambil menutup pintu kelas.
Lalu, MS mengambil sampah (plastic bekas bungkus makanan kering jajanan anak-anak) dan memasukan sampah-sampah tersebut ke mulut ke-16 siswa kelas 3A. Korban merasa trauma akibat kejadian itu, sejumlah siswa mengalami trauma dan takut untuk masuk sekolah.
Pihak sekolah mengaku telah menegur oknum guru tersebut. Sekolah juga sudah melakukan mediasi dengan para orangtua dan pihak Dinas Pendidikan Buton juga mengaku sudah menemui pihak sekolah dan kemudian membebas tugaskan oknum guru tersebut untuk sementara.
Dinas Pendidikan Buton masih menunggu perkembangan kejadian ini. Terlebih lagi, kasus ini telah dilaporkan ke kepolisian oleh salah seorang keluarga siswa.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Buton AKP Aslim menerangkan, polisi sudah menerima laporan dari salah satu keluarga korban. Polisi juga telah melakukan pemeriksaan terhadap korban dan orangtuanya.
Selanjutnya akan memeriksa para saksi, termasuk anak-anak. saksi-saksi yang dipanggil yaitu dari pihak sekolah dan juga murid lain yang menjadi korban dari MS.