KPAI : 25 Persen Orangtua Peserta Didik Usulkan Hentikan PTM
WARTALIKA.id – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti melakukan survey singkat persepsi orangtua tentang pembelajaran tatap muka (PTM) ditengah melonjaknya kasus Omicron di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Ada sejumlah masukan atau saran dari responden kepada pemerintah daerah seiring meningkatnya kasus Covid-19 saat ini, terutama Omicron.
Pertama hentikan sementara PTM hingga 14 hari usai liburan Idul fitri (4 persen),
Kedua hentikan sementara PTM sampai Maret 2022 (11 persen),
Ketiga hentikan sementara PTM sampai tahun ajaran baru Juli 2022 (10 persen),
Keempat kembali ke PTM dengan kapasitas 50 persen (24 persen), kemudian tetap PTM 100 persen asalkan patuh protokol kesehatan dan anak langsung pulang kerumah (47 persen) dan jawaban lainnya (4 persen).
“Usulan para orangtua dalam survey ini tetaplah mendukung pelaksanaan PTM, hanya saja mereka ingin kapasitasnya dikurangi menjadi 50 persen saja, mengingat sulitnya jaga jarak saat proses pembelajaran di dalam kelas dan dalam ruangan tertutup selama beberapa jam, ini beresiko tinggi penularan. Bahkan ada 25 persen orangtua yang ingin PTM dihentikan dahulu” ujar Retno dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/2/2022).
Retno mengatakan, usulan PTM dihentikan dahulu ini diangka yang cukup besar, yaitu 25 persen orangtua peserta didik, meskipun dihentikannya sampai kapan berbeda-beda.
“Ada orangtua yang mengusulkan hingga usai 14 hari libur Idul Fitri (4 persen), sampai Maret 2022 (11 persen) dan sampai tahun ajaran baru (10 persen),” jelasnya.
Menurut Retno, suara orangtua yang meminta PTM dihentikan terlebih dahulu karena Indonesia memasuki gelombang ketiga dan angka kasus Covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, sangat amat patut menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
“Atas dasar konvensi hak anak di masa pandemi. Negara harus mengutamakan keselamatan anak diatas segalnya. Hak hidup nomor satu, hak sehat nomor dua dan hak pendidikan di nomor tiga, urutannya seharusnya demikian,’ tegas Retno.
Hasil Survei Singkat
Retno juga menjelaskan, dalam survey terungkap bahwa mayoritas orangtua dalam survey ini menyetujui kebijakan PTM 100 persen meski kasus omicron terus meningkat di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Responden yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen berjumlah 61 persen, sedangkan yang tidak menyetujui kebijakan tersebut berjumlah 39 persen.
“Meskipun jumlah yang tidak menyetujui lebih kecil dari yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen, namun Pemerintah tak boleh mengabaikan suara mereka. Kelompok ini yang harus difasilitasi ijin orangtua untuk anaknya mengikuti PTM di semua level PPKM, karena ketika kebijakan PTM 100 persen maka ijin orangtua tidak ada lagi, padahal ada 39 persen orangtua khawatir anaknya mengikuti PTM dan berharap dapat memilih serta dilayani PJJ,” beber Retno.
Adapun kata dia, alasan orangtua peserta didik yang setuju dengan anaknya mengikuti PTM 100 persen meski ada lonjakan kasus Covid-19 yaitu, (1) Anak-anak sudah jenuh PJJ dan malah sibuk dengan gadgetnya untuk memainkan game online ataupun Social Media (28 persen). (2) Anak-anak sudah terlalu lama PJJ, sehingga mengalami penurunan karena ketidak efektifan proses pembelajaran (50persen). (3) kalau anak-anak dan sekolah menerapkan prokes ketat, maka penularan Covid-19 bisa diminimalkan (15 persen). (4) orangtua yang bekerja sulit mendampingi anak untuk PJJ (3 persen) dan (4) jawaban lainnya (4 persen).
“Data tersebut menunjukkan bahwa alasan para orangtua yang menyetujui PTM 100 persen meskipun kasus Covid sedang meningkat adalah mengkhawatirkan “learning loss” pada anak-anak mereka, karena mereka menilai PJJ kurang efektif sehingga anak-anak mereka menemui kesulitan memehami materi selama proses pembelajaran,” ungkap Retno.
Sedangkan alasan orangtua peserta didik yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen, yaitu (1) anak belum mendapatkan vaksin atau belum di vaksin lengkap 2 dosis (2 persen). (2) Anak-anak sulit dikontrol perilakunya, terutama peserta didik TK dan SD (3 persen). (3) Jika kapasitan PTM 100 persen, maka anak-anak selama pembelajaran sulit jaga jarak (21 persen). (4) meningkatnya kasus Covid, khususnya Omicron (72 persen) dan jawaban lainnya (2 persen).
“Mayoritas orangtua yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen memiliki alasan kesehatan, yaitu meningkatnya kasus covid, terutama omicron yang memiliki daya tular 3-5 kali lipat dari delta, sehingga mereka tidak ingin anak-anaknya tertular,” kata Retno.
Saat ditanya kepada seluruh responden, apakah selama PTM 100 persen dilaksanakan sekolah anak responden pernah ditutup sementara karena adanya kasus positif Covid-19, jawaban responden cukup mengejutkan, karena yang mengaku sudah pernah sekolahnya ditutup sebagai tindaklanjut adanya temuan kasus Covid di sekolahnya (78 persen), dan yang belum pernah sekolah anaknya ditutup (22 persen).
“Walaupun sekolah anaknya pernah ditutup karena adanya kasus warga sekolah yang positif, namun para orangtua tetap mengijinkan anaknya kembali bersekolah tatap muka setelah sekolahnya ditutup beberapa hari. Alasannya, mereka mempercayai sekolah dan pemerintah daerah sudah sesuai SKB 4 Menteri dan telah dilakukan 3T (Tracing, Testing dan Treatment), ” pungkas Retno.
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook