WARTALIKA.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menghormati keputusan majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung Jawa Barat yang menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada terdakwa Herry Wirawan (HW), kasus rudapaksa terhadap 13 santriwati.
“Keputusan ini belum final, masih ada pengadilan banding dan bahkan pengadilan kasasi,” kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti dalam keterangannya, Selasa (15/2/2022).
Kendati demikian, KPAI sangat mengapresiasi perhatian semua pihak atas kasus ini dan dukungan kuat penegakan hukum atas kasus kejahatan seksual Herry Wirawan.
Retno menilai, penegakan hukum sangat penting untuk menimbulkan efek jera kepada para predator anak. Selain itu penegakan hukum juga sejatinya memperhatikan keadilan bagi korban.
“Namun ketika pelaku sudah dijatuhi hukuman, lalu 13 anak korban dan 9 bayinya dapat keadilan apa?,” tanya Retno.
Dia menyebut Restitusi yang diputuskan untuk para korban sangat kecil, yaitu hanya Rp 331 juta untuk seluruh korban. Itupun tidak dibebankan kepada HW, akan tetapi dibebankan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Padahal menurut Retno, KPPPA sendiri anggarannya sudah sangat kecil jika dibandingkan Kementerian lainnya.
“Penyitaan asset Yayasan HW dan pelelangannya akan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang nilai assetnya juga belum jelas dan diperuntukan perawatan kepada para korban,” ujarnya.
Oleh karena itu, Retno sebagai Komisioner KPAI mengajak semua pihak untuk lebih konsen kepada keadilan bagi 13 anak korban maupun 9 bayi yang dilahirkan.
“Semuanya masih memiliki masa depan yang panjang dan sebagai anak mereka memiliki hak untuk hidup. Hak untuk tumbuh kembang dengan optimal (hak atas kesehatan yang tertinggi, hak atas pendidikan, hak partisipasi, hak kesejahteraan, dan lain-lain),” jelasnya.
Termasuk hak untuk anak memperoleh pemulihan psikis yang pasti menimbulkan trauma yang berat dan proses pemulihannya pasti sangatlah lama dan panjang, tidak sama untuk masing-masing korban.
“Begitu juga biaya hidup sehari-hari, biaya pendidikan dan biaya kesehatan 13 korban dan 9 bayinya pasti lebih besar dari angka restitusi maupun lelang harta Yayasan,” ungkapnya.
Selain itu, keputusan penyerahan kekayaan Yayasan HW. Seharusnya berpatokan pada UU Yayasan, siapa yang berhak menerima penyerahan dan hak mengelola harta kekayaan dari sebuah Yayasan.
Seharusnya kata Retno, APBN juga dapat membiayai anak-anak korban dan bayinya melalui mekanisme berbagai program pemerintah pusat, misalnya program Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Mereka seharusnya otomatis dapat sebagai bentuk pemenuhan hak-hak anak oleh Negara.
“Jika Restitusi Rp 331 juta dibagi 13 korban maka 1 orang menerima Rp 25.461.538. Namun jika dibagi 13 korban ditambah 9 bayi maka jumlahnya ada 22 orang. Jika dibagi 1 korban hanya mendapatkan Rp 15.045.454,” tutur Retno.