“Nah ini kan kemudian menjadi rancu oleh sebab itu kami meminta kepada DPRD Provinsi Sultra agar segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan mengundang pihak-pihak terkait dalam hal ini pemilik ketiga tongkang yang ditahan untuk di hadirkan, maupun Lanal Kendari, dan KUPP Molawe, Polairud, dan Polda Sultra dan Dinas Perhubungan Provinsi Sultra,” tegas Hendro.

Dirinya yakin jika dijadikan dalam satu forum semuanya akan terbuka. Mulai dari penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB), legalitas muatan kapal berupa nikel hingga dokumen pelayaran yang disinyalir tidak lengkap. Itu, kata dia akan terbuka dalam RDP, agar publik tau.

Selain itu, salah satu aktivis nasional asal Konawe Utara ini juga menyebutkan solusinya adalah RDP, dan itu akan jelas apa alasan Syahbandar Molawe menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar untuk 3 kapal tongkang itu, dan pihak Lanal Kendari juga tentu harus terbuka terkait alasan mereka mengamankan ketiga kapal tersebut.

“Satu hal yang perlu menjadi perhatian peran Dishub Sultra yakni berkaitan dengan legalitas jetty yang digunakan oleh ketiga kapal tongkang apakah ada memiliki izin operasional atau tidak. Sebab kapal yang menggunakan jetty yang tidak memiliki izin pengoperasian namun diterbitkan SPB nya wajib untuk di pertanyakan,” sebutnya.

“Apalagi ini sudah sering terjadi di wilayah Konawe Utara. Bagaimana perusahaan-perusahaan tambang menggunakan jetty tak berizin tetapi tetap diterbitkan Surat Persetujuan Berlayar oleh Syahbandar. Maka dari itu pihak Kepolisian khususnya Polda Sultra untuk melakukan penyelidikan maupun penindakan dari hasil RDP nanti jika ada indikasi dugaan kesalahan,” tambah Direktur Ampuh Sultra ini. (Usman)