WARTALIKA.idDirektorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) menggandeng Center of Detention Studies (CDS) dan The Australia Indonesia Partnership for Justice Phase 2 (AIPJ2) merumuskan strategi komunikasi publik dalam penyebarluasan informasi mengenai Standar Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana (SPPN) dan penanganan narapidana terorisme.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Heni Yuwono mengatakan perlunya menjalin kolaborasi secara kontinu antara Ditjenpas, aparat penegak hukum (APH), dan seluruh lapisan masyarakat. Hal ini sesuai dengan salah satu perintah Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam 3 kunci Pemasyarakatan maju, yaitu sinergi.

“Tanpa bantuan dari setiap lapisan masyarakat, Pemasyarakatan tidak akan bisa melaksanakan tugas fungsinya dengan optimal,” kata Heni saat membuka pertemuan konsultatif penguatan komunikasi publik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam Penyebarluasan Implementasi SPPN kategori tindak pidana terorisme, Selasa (28/6).

Dia menjelaskan bahwa pertemuan ini merupakan wadah untuk menjaring bentuk dan metode penguatan strategi komunikasi publik Ditjenpas dalam rangka implementasi SPPN dan penanganan narapidana terorisme (napiter) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

”SPACEIKLAN”

“Kami kembali mengingatkan tentang keseriusan pemerintah dalam memerangi terorisme yang telah tertuang dalam manajemen pembinaan narapidana terorisme sebagai salah satu program prioritas pada RPJMN 2020-2025,” ucapnya.

Heni juga mengungkapkan pembinaan napiter di lapas telah dilaksanakan secara optimal, terbukti sampai dengan Mei 2022 terdapat 321 napiter telah menyatakan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Keberhasilan tersebut diukur dari penerapan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-10.0T.02.02 Tahun 2021 tentang Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana, sebagai alat ukur yang presisi terhadap indikator dalam pembinaan khususnya bagi napiter.