Tingginya Infeksi Malware di Indonesia, Masyarakat Diminta ‘Hati-Hati’ Mengunakan Aplikasi Bajakan
WARTALIKA.id – Kemajuan pesat di bidang teknologi informasi mempengaruhi banyak aspek kehidupan dari interaksi sosial, transaksi belanja, pendidikan, pemerintahan, dan lain-lain. Kondisi ini kian memperluas permukaan ancaman siber sehingga pengguna harus selalu waspada.
Beragam serangan siber saat ini menjadi semakin canggih mulai peretasan, pencurian data pribadi, social engineering, hingga infeksi malware.
Data Badan Siber dan Sandi Negara menyebutkan sejak Januari hingga medio Oktober 2022, anomali trafik atau serangan siber yang masuk ke Indonesia mencapai 891,56 juta kali. Serangan ini didominasi oleh serangan infeksi malware, lalu diikuti kebocoran data.
“Banyaknya infeksi malware di Indonesia disebabkan oleh penggunaan aplikasi dan layanan bajakan yang telah terinfeksi oleh malware,” kata Dr Sulistyo, pemerhati keamanan siber.
Infeksi malware tersebut, ia menambahkan, yang dapat menyebabkan pencurian data pribadi sehingga berpotensi membahayakan masyarakat.
Sulistyo menyampaikan hal itu dalam webinar CyberCorner bertajuk “Permukaan Serangan Siber Semakin Luas, Bagaimana Antisipasi?” yang diadakan secara virtual pada Sabtu (3 Desember 2022) oleh Institut Kesehatan Indonesia (IKI), BEM Fakultas Hukum Universitas Malahayati, dan media online Cyberthreat.id yang didukung oleh Bank Negara Indonesia (BNI).
Hadir pula sebagai pembicara AVP Information Security BNI Bobby Pratama, Ketua Pengwil APJII DKI Jakarta Tedi Supardi Muslih, dan Akademisi hukum Nurlis Effendi.
Dalam acara yang digelar melalui Zoom Meeting tersebut hadir sekitar 200 peserta dari berbagai kampus.
Untuk itu, ia menghimbau kepada masyarakat untuk selalu teliti sebelum menggunakan aplikasi dan layanan daring.
Pastikan untuk selalu mengunduh layanan dari sumber resmi serta membaca syarat dan ketentuan sebelum menggunakannya.
“Jangan malas untuk membaca syarat dan ketentuannya karena secara tidak langsung kita menyetujui untuk memberikan data kita secara secara sukarela,” tutur Sulistyo.
AVP Information Security BNI Bobby Pratama juga menyinggung tentang pentingnya perangkat dan perangkat lunak resmi. BNI menerapkan aturan bahwa layanan seperti m-banking tidak akan bisa berjalan pada perangkat seluler (ponsel) yang telah di-jailbreak.
Sebab, ponsel yang telah dirusak dari versi pabrikan akan rentan terhadap serangan siber, seperti infeksi malware dan pencurian data pribadi. Oleh karenanya, ia menyarankan agar nasabah lebih baik menginstal dari sumber-sumber resmi seperti Google Play Store atau App Store.
Sebagai industri perbankan yang banyak ditarget dalam serangan siber, BNI menyadari bahwa keamanan sistem informasinya sangat utama.
Oleh karenanya, kata dia, secara umum BNI telah menerapkan tiga pilar untuk mencegah terjadinya kejahatan siber yaitu orang, proses, dan teknologi.
BNI selalu rutin melakukan pelatihan di lingkup karyawan, melakukan simulasi penanganan dan monitoringan ancaman, forensik digital, pengamanan jaringan dan aplikasi hingga ujian keamanan informasi.
BNI, kata Bobby, berkomitmen menerapkan perlindungan internal baik untuk perusahaan maupun nasabah. Contoh, terkait dengan layanan SMS banking, maka yang dilakukan perusahaan ialah menganalisis bagaimana bentuk-bentuk kejahatan yang mungkin muncul, lalu melakukan simulasi dan penanganan ancaman terhadap layanan tersebut.
Terlebih ke depan, tren perbankan saat ini mengarah ke arah digitalisasi.