WARTALIKA.id – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung kebijakan sejumlah Dinas Pendidikan di sejumlah daerah yang telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang larangan peserta didik membawa mainan lato-lato ke sekolah.
“FSGI menilai kebijakan sejumlah Dinas Pendidikan di berbagai daerah untuk melarang membawa dan memainkan lato-lato di lingkungan satuan pendidikan sudah tepat dan hal ini sejalan dengan pasal 12 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan pasal 8 UU Np. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD),” ujar Ketua Dewan Pakar FSGI. Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Kamis (11/1/2023).
Retno menjelaskan, SE dari Dinas-dinas Pendidikan tersebut tidak sama sekali melarang anak bermain, Pemda memahami bahwa bermain adalah hak anak sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Anak.
“Namun yang dilarang adalah membawa mainan lato-lato dan memainkannya di lingkungan sekolah. Ini 2 hal yang berbeda. Anak boleh main lato-lato, tapi tidak di lingkungan satuan pendidikan,” katanya.
Diketahui bersama bahwa sejumlah Dinas Pendidikan di berbagai daerah mengeluarkan SE melarang peserta didik membawa dan memainkan lato-lato di lingkungan satuan pendidikan. Diantaranya adalah Dinas Pendidikan pesisir Barat (Lampung), Disdik Kabupaten Bogor, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (Jawa Barat), Disdik Kota Pekalongan (Jawa Tengah), Disdik Kota banjarmasing (Kalimantan Selatan), Kota Siantar (Sumatera Utara) dll.
Sedangkan Sekjen FSGI, Heru Purnomo menyebut kebijakan yang dikeluarkan sejumlah Disdik dari sejumlah daerah itu kemudian ditanggapai Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai keputusan yang tidak bijak dan mengabaikan hak anak untuk bermain.
“FSGI justru menilai KPAI yang memberikan pernyataan terlalu prematur tanpa mempelajari terlebih dahulu ketentuan dalam UU Sisdiknas dalam menanggapi SE larangan membawa dan memainkan lato-lato di lingkungan satuan pendidikan,” ungkap Heru.
Ia membeberkan, memfasilitasi peserta didik tentunya harus nyambung dengan tujuan pembelajaran dan kurikulum yang ditetapkan pemerintah melalui Kemendikbudristek.
“Lato-lato bukanlah alat pembelajaran dalam kurikulum Pendidikan Nasional,” ucap Heru, yang juga Kepala SMPN di Jakarta.
Sementara menurut Wakil Sekjen FSGI, Mansur. Dia menilai SE Dinas-dinas Pendidikan adalah untuk mencegah peserta didik mengalami kekerasan, luka atau cedera akibat permainan lato-lato,
“Seharusnya KPAI sebagai lembaga pengawas mendukung, bukan malah bertindak sebaliknya yang justru berpotensi mencelakakan anak dan tidak tercapainya tujuan pembelajaran dan kurikulum,” tambahnya.