“Kita boleh berbangga bahwa Indonesia ‘lebih maju’ jika dibandingkan dengan Amerika Serikat (AS). Dimana Amandemen Kesetaraan Hak (Equal Rights Amendment) untuk mengesahkan prinsip kesetaraan gender, termasuk hak perempuan dalam Konstitusi AS, mengalami stagnasi selama puluhan tahun. Sejak diusulkan pertama kali pada tahun 1920-an, dan diberi tenggat waktu ratifikasi hingga tahun 1982, hingga kini usulan amandemen tersebut masih terkendala. Kita bahkan sudah memiliki presiden perempuan, Megawati Soekarnoputri. Serta Ketua DPR RI perempuan, yakni Puan Maharani,” jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini juga mengapresiasi peran perempuan Indonesia, khususnya melalui KOWANI, yang terus aktif dalam pemajuan perekonomian nasional. Salah satunya dengan terlibat dalam berbagai UMKM untuk meningkatkan produktifitas agar bisa bersaing dan menembus pasar internasional.

Pada saat ini, UMKM Indonesia mampu menyerap 97 persen tenaga kerja nasional. Sedangkan UMKM di negara-negara ASEAN lainnya hanya memiliki daya serap tenaga kerja pada kisaran 35 persen hingga 85 persen saja. Namun di sisi lain, besarnya kuantitas jumlah dan daya serap tenaga kerja UMKM di Indonesia, jika dibandingkan pada aspek “kinerja” nya, maka Indonesia masih tertinggal dari beberapa negara ASEAN.

“Misalnya Myanmar, meskipun dari aspek kuantitas hanya memiliki 73 ribu UMKM saja, namun kontribusinya terhadap PDB mencapai 69,3 persen. Dari aspek kinerja ekspor, UMKM Indonesia juga hanya berkontribusi sekitar 14,4 persen dari nilai total ekspor nasional. Masih tertinggal dari kontribusi ekspor UMKM Singapura sebesar 38,3 persen, Thailand sebesar 28,7 persen, atau Myanmar sebesar 23,7 persen. Kondisi ini mengisyaratkan, bahwa kinerja dan kontribusi sektor UMKM masih perlu dioptimalkan,” pungkas Bamsoet.

”SPACEIKLAN”