Pemuda, Seniman Tendangan Bebas, Gol dan Pilpres 2024
WARTALIKA.id – Ada sebuah kejumudan, kaku dalam dunia Politik Indonesia. Para pemain politik Indonesia masih di dominasi karakter destroyer (tipikal penghancur). Karakter ini masih dominan dan ada di hampir semua lini, ucapnya di Jakarta pada Kamis, (19/10) di Jakarta.
Yang jadi pertanyaan apakah baik jika semua posisi beritipikal destroyer(penghancur) bak tank panser jawabnya tentu tidak. Dalam sebuah peperangan pasukan, senjata yang ditakuti bukanlah jet tempur tercanggih, senjata hebat. Drone anti radar atau alat perang canggih yang saat ini sudah diperagakan menjelang perang dunia ke -3 baik di afrika, timur tengah, ukraina (eropa) dan asia. Dalam Peperangan Sehebat apapun membutuhkan yang namanya Sniper (si Penembak Jitu).
Jika pemain politik di dominasi oleh karakter destroyer percayalah maka pertandingan akan dibanjiri kartu kuning dan merah dan merugikan tim itu sendiri ketika salah satu pemain harus dikeluarkan. Tipikal destroyer mayoritas tidak memiliki kreatifitas hanya memainkan psikologis lawan. jika Musuh tidak bisa dihentikan maka harus dihentikan paksa dengan cara apapun yang akan berujung kartu merah akibatnya tim yang di bela akan rugi sendiri.
Dalam dunia politik wasit adalah kpu dan panwas jika penonton tidak puas dengan kinerja wasit maka rakyat, netizen dan the power of media sosial yang akan turun tangan. Saya akan analogikan politik dalam dunia sepak bola. Klub besar yang juara mayoritas tidak menggunakan karakter destroyer khususnya di lini tengah mayoritas menggunakan creative playmaker dan orchestrator, bukan lagi seorang Destroyer murni.
Saya contoh kan Barcalona dan Manchester City era Pep Guardiola. untuk membongkar pertahanan lawan yang kuat pep mayoritas menggunakan Creative Playmaker baik di tengah maupun pada striker sayapnya dan memiliki koefisiensi peluang cetak gol yang tinggi. Dan jurus itu terbukti. Pep berhasil menjadi juara di masing masing liga baik spanyol, jerman maupun inggris.
Satu contoh lagi musuh abadi Barcalona adalah Real Madrid yang dalam edisi 12 tahun terakhir telah menyabet 5 gelar Champions League. Jika pep lebih dominan dengan creative playmaker maka real madrid di lapangan tengan lebih suka dengan tipe orchestrator (pengatur tempo serangan) dan dua striker sayap yang memiliki kecepatan bertipe prolific winger dengan kecenderungan bermain di areal melebar dan sayap (era zidane real madrid menyabet juara champions league tiga kali beruntun). Pep lebih suka bermain menguasai lini tengah. dua pola ini sedang tren dalam dunia sepak bola. Dengan dua pola diatas mereka menjadi pemenang dalam dunia sepak bola antar bangsa di era millenium.
Tinggalkan Balasan