WARTALIKA.id – Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dengan Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), dri Jakarta, Rabu, 18 Oktober 2023, Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengajak para tokoh agama untuk mentransformasikan nilai-nilai keagamaan dalam kerangka membangun semangat kebersamaan di tengah menghangatnya suhu politik.

Mengingat isu agama memiliki sensitivitas tinggi dan tidak boleh disalahgunakan sebagai pragmatisme politik.

Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih pada Pemilu 2024 mencapai 204,8 juta jiwa. Kurang lebih setara dengan 74 persen dari total populasi Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 115,6 juta jiwa, atau lebih dari 56 persen diantaranya adalah generasi milenial dan generasi Z yang bisa jadi belum memiliki kedewasaan yang memadai dalam menyikapi isu-isu politik yang provokatif dan dibalut dengan isu-isu agama.

“Karenanya para pemuka agama diharapkan dapat memanfaatkan setiap momentum acara keagamaan sebagai sarana untuk menebar pesan-pesan perdamaian, menggugah semangat persaudaraan dan persatuan, serta mewakafkan dirinya sebagai fasilitator untuk menyebarluaskan nilai-nilai kebajikan, demi terwujudnya harmoni dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dengan Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Jakarta, Rabu (18/10/2023).

Turut hadir pengurus MUI antara lain, Wakil Ketua Umum Marsudi Suhud, Ketua MUI H.Yusnar Yusuf dan Wakil Sekjen Abdul Manan Ghani.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, mewujudkan kehidupan yang damai adalah pesan universal yang dimuliakan dan dijunjung tinggi oleh setiap agama. Kedamaian adalah keniscayaan bagi setiap umat untuk dapat hidup berdampingan. Karena Tuhan menjadikan umat manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal satu sama lain. Kedamaian adalah ‘titik temu’ bagi beragam perbedaan, karena dunia ini begitu kaya akan keberagaman yang tidak mungkin dipaksakan untuk diseragamkan.