“Karena itu, penelitian ini juga akan menekankan pentingnya pemahaman penyidik mengenai peraturan perundang-undangan administrasi terhadap tindak pidana yang diatur dalam berbagai UU sektoral. Misalnya, sesuai pasal 20 UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, jika ada temuan BPK yang mengindikasikan adanya kerugian negara karena masalah administrasi, maka diberikan waktu selama 60 hari kepada pihak tersebut untuk mengklarifikasi sekaligus mengembalikan kerugian negara, sehingga tidak serta merta langsung proses pidana,” jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, penerapan ultimum remedium bisa menjadi jalan keluar dalam pengembalian kerugian negara akibat korupsi. Berdasarkan data corruption perception index (indeks persepsi korupsi/IPK) untuk tahun 2022, Indonesia memperoleh skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara.

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan, pada tahun 2022 saja, setidaknya terdapat 1.218 perkara korupsi baik yang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung, dengan total 1.298 terdakwa. Akibat tindak pidana korupsi itu, ICW juga melaporkan kerugian negara mencapai Rp 56,7 triliun dan nilai suap mencapai Rp 322,2 miliar.

“Dari total tersebut, pidana tambahan uang pengganti yang asumsinya bisa jadi salah satu celah mengembalikan kerugian negara, hanya dikenakan sekitar Rp 19,6 Triliun terhadap 1.298 terdakwa,” pungkas Bamsoet.