Setali tiga uang, protes serupa juga dilayangkan kubu 03 Ganjar-Mahfud. Kedua paslon mengajukan permohonan gugatan dengan nomor register 2/PHPU.PRES-XXII/2024.

Dalam permohonannya, TPN Ganjar Mahfud meminta MK RI untuk keluar dari praktik penyelesaian sengketa PHPU presiden dan wakil presiden secara sempit yang hanya memeriksa perolehan dan perbedaan suara para calon presiden dan wakil presiden.

Mereka juga menilai ⁠adanya kekosongan hukum dalam UU Pemilu untuk mencegah, menganggulangi serta memulihkan akibat dari nepotisme yang melahirkan abuse of power yang terkoordinasi.

Menariknya, tim Ganjar-Mahfud juga menilai ⁠instrumen penegakan hukum pemilihan umum yang saat ini tidaklah efektif. Mereka bahkan ⁠meminta MK agar mendiskualifikasi Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Terakhir, TPN Ganjar-Mahfud juga meminta MK memerintahkan kepada KPU untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang yang hanya diikuti paslon 01 dan Paslon 03.

Objektif Mencerna Fakta, Lapang Menerima Hasil

Mencermati apa yang dipermasalahkan kubu 01 dan 03 atas hasil Pemilu 2024 sebetulnya semua bisa terbantahkan melalui fakta-fakta yang ada. Penulis dalam hal ini lebih cenderung mengafirmasi apa yang telah diputuskan oleh KPU-Bawaslu, bahwa memang secara overall tidak ada yang perlu dibatalkan dari hasil Pemilu 2024.

Memang, mengharapkan 100 persen bersih dari proses pelaksanaan Pemilu 2024 adalah sesuatu yang sangat mustahil. Dalam arti, biar disangkal seperti apapun, Pemilu 2024 tetap ada kekurangan dan kelemahan.

Bahkan harus diakui bahwa kecurangan tetap saja terjadi, dan itu tidak hanya berlaku pada paslon 02 saja, melainkan juga pada paslon 01 maupun 03. Akan tetapi, semua persoalan ini harus dilihat dengan kaca mata jernih dan bijaksana.

Mengapa demikian, sebab, sangat tidak masuk akal, menyebut sedikit kesalahan dapat membatalkan keseluruhan proses yang telah dilalui dengan baik dan benar. Bahwa kemudian ada sedikit kecurangan dan kesalahan baik itu dilakukan panitia penyelenggara ataupun dari tim pemenangan, adalah sesuatu yang harus dibuktikan secara faktual dan diproses secara hukum.

Kita punya mekanisme hukum untuk memproses semua pelanggaran ataupun praktik-praktik kecurangan Pemilu. Ada MK sebagai lembaga pengadil sengketa Pemilu. Juga ada lembaga-lembaga penegakan hukum lainnya yang siap memproses kesalahan maupun pelanggaran yang ada.

Jadi, sangat tidak tepat menyebut satu kesalahan kecil dapat membatalkan keseluruhan hasil. Ini sangat nonsense.

Jika memang benar apa yang diklaim oleh tim kuasa hukum paslon 01 dan 02, tinggal dibuktikan di pengadilan. Dan kalau ternyata hasilnya tidak terbukti, maka kita harus berlapang dada menerima hasil yang sudah ada, bukan meminta Pemilu diulang: ini sangat tidak rasional menimbang cost pemilu yang cukup besar.

Penulis : Assoc Prof Dr Firman Wijaya, SH., MH Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) & Stafsus Wapres Bidang Hukum