Miris, Warga Karang Asem Jadi Korban Mafia Tanah dan Oknum Panitera PN yang Salah Ketik
WARTALIKA.id – Made Kasih alias Selepeg bergetar ketika menuturkan perjalanan hidupnya kini yang terancam hilang kemerdekaan, Jumat (25/10/2024). Petani miskin ini divonis dua tahun penjara karena melanggar pasal 242 ayat (1) KUHP oleh Majelis Hakim Pengadilannya Negeri Amlapura, Karangasem pada Kamis (15/8/2024).
Hakim memutus dia memberi keterangan palsu dalam sidang perdata Nomor 56/Pdt.G/2013/PN.Ap. Perkara tersebut menyangkut sengketa hak ahli waris atas kepemilikan tanah di Banjar Dinas Tanah Barak, Desa Seraya Timur, Karangasem.
Mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, Selepeg mengolah ladangnya. Dia tinggal di rumah semi permanen bersama keluarga kecilnya. Untuk kebutuhan air, dia menampung air hujan di cubang besar di halaman rumah.
Selepeg menyatakan kecewa dengan putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Amlapura, yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Denpasar dalam Putusan Banding.
Ia menerangkan dokumen kepemilikan tanah leluhur pada saat menjadi saksi pada sidang perdata nomor 56/ Pdt.G/ 2013/ PN.Ap. Dimana dilakukan gugatan oleh keluarganya, berupa dokumen kepemilikan tanah waris, yaitu pipil lontar atas nama I Sutiarmin Sukun, Paro Sukun dan surat tagihan pajak atas nama I Sutiarmin, serta Silsilah keluarga tahun 1962 dan tahun 2012.
“Silsilah yang saya buat sendiri dikatakan palsu oleh orang lain, yang bukan keluarga saya atau tidak ada hubungan waris. Saya percaya Ida Sesuhunan (Tuhan dengan manifestasinya) akan memberi hukuman bagi kezaliman. Tanah Bali tenget (angker), tidak ada satu pun manusia yang berbohong kepada ibu pertiwi akan selamat,” kata Selepeg dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/10/2024) di Karang Asem.
Kekecewaannya atas ketidakadilan yang dirasa bukan tanpa alasan yang kuat., dia berpendapat dakwaan atas kasus itu lemah. Pada saat yang sama, banyak fakta yang dinilai diabaikan oleh hakim.
Pendek kata, Selepeg menyatakan tuduhan memberi keterangan palsu dan pembuatan silsilah tanah yang dipermasalahkan tersebut, tidak memiliki dasar yang kuat. Nama I Sutiarmin Sukun yang merupakan leluhur saya diakui sebagai leluhurnya dari pelapor hanya berdasarkan Silsilah yang dibuatnya pada tahun 1992.
Selepeg mengisahkan, nama kakeknya, I Sutiarmin Sukun alias Paro Sukun alias I Sutiarmin tercantum dengan benar dalam dokumen Pipil Lontar satu sampai dengan enam atas nama I Sutiarmin Sukun dan Paro Sukun dan tagihan pajak atas nama I Sutiarmin.
Hal ini yang dibeberkan di persidangan perdata sesuai keyakinan dan pengetahuan yang dimiliki saat itu dengan menerangkan: “semua tanah tanah sengketa ada atas nama I Sutiarmin Sukun, ada atas nama Paro Sukun dan ada atas nama I Sutiarmin anak laki laki pertama dari I Sudiani”.
Namun ditulis oleh panitera, semua tanah tanah tanah sengketa atas nama I Sutiarmin Sukun alias Paro Sukun alias I Sutiarmin anak laki laki pertama dari I Sudiani, majelis hakim lebih menitikberatkan pada perbedaan nama dalam dokumen, tanpa mempertimbangkan keseluruhan bukti yang disajikan.
Selepeg menuding laporan dari I Nyoman Kanis terkait pembuatan silsilah palsu, adalah upaya merebut hak waris tanah yang selama ini dikelola keluarganya dengan mencantumkan nama I Sutiarmin Sukun, dalam silsilah keluarga yang dibuatnya dan tidak didukung dengan dokumen lain, hanya berdasarkan informasi dan mampu membuat sampai dengan enam generasi keatas sementara.
“Silsilah saya tahun 2012 yang dikatakan palsu didukung oleh dokumen berupa silsilah tahun 1962 yang dibuat sendiri oleh I Sutiarmin Sukun, bukti hak atas tanah berula pipil lontar satu sampai dengan enam, tagihan pajak, surat keterangan keluarga I Sutiarmin Sukun, surat pernyataan dan lainnya,” ucapnya.