Mengenal Lebih Dekat Warisan Budaya Indonesia di Museum Wayang Jakarta
WARTALIKA.id – Kita sudah membahas, jejak sejarah Kota Jakarta, dan Museum Sejarah Jakarta, kita lanjutkan lagi yang tidak jauh dengan lokasi ada museum wayang. Berlokasi di Kawasan Kota Tua, Museum Wayang menjadi salah satu museum yang menghadap langsung Taman Fatahillah.
Bangunan Museum Wayang pertama kali berdiri sebagai gereja pada 1640 dengan nama asal “de oude Hollandsche Kerk.” Gedung tersebut diperbarui dan berubah nama menjadi “de nieuwe Hollandsche Kerk” pada 1733-1808.
Kami WARTALIKA.id akan rangkum sejarah museum yang berada di Jakarta dari berbagai sumber, secara singkat dalam artikel ini agar mudah memahami.
Museum Wayang mulanya bernama De Oude Hollandsche Kerk atau Gereja Lama Belanda dan dibangun pada 1640 lampau atau lebih awal berdiri dibandingkan bangunan Museum Sejarah Jakarta pada 1707.
Memasuki 1732, pengelola gereja memperbaiki bangunan De Oude Hollandsche Kerk. Pekerjaan itu selesai pada 1736 dan mengganti namanya menjadi De Nieuwe Hollandsche Kerk (Gereja Baru Belanda). Namun, ketika terjadi gempa bumi pada 1808, seluruh bangunan Gereja Baru Belanda porak poranda. Pembangunannya dimulai lagi pada 1912 oleh sebuah perusahaan perkebunan Hindia Belanda, Geo Wehry & Co melibatkan dua arsitek terkemuka Belanda saat itu, Eduard Cuypers dan Marius Jan Hulswit.
Keduanya mendesain ulang bangunan yang semula sebagai gereja untuk difungsikan menjadi gudang penyimpanan rempah untuk diekspor oleh Geo Wehry & Co. Cuypers-Hulswit mendesain gudang bergaya neo-renaissance dan terdiri dari dua lantai dengan bentuk bangunan persegi panjang, menggunakan atap model perisai memanjang, dan dinding bata berlapis spesi yang dilapis cat. Jendela dan pintu terbuat dari kayu dengan bukaan tinggi, sedangkan fasad menganut gaya art deco. Pintu dengan model dua daun pintu bersebelahan melengkapi bangunan baru ini.
Pada 14 Agustus 1936, gedung seluas 990 meter persegi (m2) dan berdiri di atas lahan 627 m2 selanjutnya diubah menjadi monumen sebelum akhirnya dibeli oleh Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Ini adalah lembaga yang didirikan untuk memajukan penelitian dalam seni dan sains khususnya di bidang biologi, fisika, arkeologi, sastra, etnologi dan sejarah, dan mempublikasikan hasil penelitian.
Gedung ini kemudian dijadikan museum dengan nama De Oude Bataviasche Museum atau Museum Batavia Lama yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir, Jonkheer Meester Aldius Warmoldu Lambertus Tjarda van Starkenborg Stachouwer pada 22 Desember 1939. Pada 1957, pengelolaannya diserahkan kepada Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI) dan bersalin nama menjadi Museum Jakarta Lama dan sewaktu 23 Juni 1968 diserahkan kepada Pemerintah Jakarta untuk dijadikan kantor Museum dan Sejarah Jakarta.
Pada 1970, bangnan itu sempat digunakan sebagai kantor Wali Kota Jakarta Barat. Resmi menyandang nama Museum Wayang pada 13 Agustus 1975 saat diresmikan oleh Gubernur Jakarta, Ali Sadikin. Ide pendirian Museum Wayang dilatari oleh kekaguman Ali Sadikin dengan banyaknya ragam wayang di Indonesia. Belakangan, Ali Sadikin juga mencetuskan berdirinya Museum Sejarah Jakarta, Museum Keramik, dan Museum Tekstil, tak lama Museum Wayang diresmikan.