WARTALIKA.id – Sidang kasus rudakpaksa anak dibawah umur yang menghebohkan publik di Bandung oleh tersangka berinisial HW selaku pendidik dan pengelola Boarding School membawa babak baru dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat.

Pasalnya, pelaku dituntut dihukum mati dan kebiri kimia hingga denda sampai 500 juta rupiah. Tuntutan jaksa itu dibacakan langsung Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana dalam sidang PN, Bandung, Selasa (11/1/2022) lalu.

Menanggapi hal itu, Kadivwasmonev Komisi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengapresiasi tuntutan jaksa yang mewakili rasa keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat. Apalagi hasil putusan itu diusulkan kepada hakim dengan memperhatikan dan berpusat pada pemulihan korban jangka panjang. Namun apapun keputusan hakim atas tuntutan Jaksa di PN Bandung tentu harus dihormati

Menurutnya, apa yang terjadi di proses persidangan terdakwa HW menunjukkan komitmen penegakan hukum yang berpusat pada pemulihan korban seperti masa depan anak-anak dan masa depan bayi yang menjadi korban pelaku.

“Bila nanti dikabulkan hakim, maka ini akan menjadi ancaman bagi para pelaku kejahatan seksual anak, bahwa negara tidak memberi ruang sekecil apapun bagi pelaku kejahatan seksual pada anak,” ujar Jasra kepada WARTALIKA.id, Rabu (12/1/2022).

Jasra mengatakan, banyak dibuat geram dan menunggu beberapa putusan kasus kejahatan seksual yang sangat menyita perhatian publik belakangan ini. Seperti ada yang korban bunuh diri dan dipaksa aborsi sampai meninggal dunia. Terakhir anak dibawah umur di Jakarta Selatan, harus menanggung atas perbuatan bejat pamannya. Peristiwa ini tentunya diluar nalar kemanusiaan dan menjadi kejahatan seksual yang luar biasa.

“Tuntutan jaksa terhadap HW juga membesarkan hati dan membangun harapan bagi para korban dan penyintas untuk kembali bangkit berjuang, bagi mereka yang masih menuntut keadilan,” jelasnya.

Begitupun bagi mereka yang masih bersembunyi dalam penderitaan kejahatan seksual, sudah saatnya berani melapor dan memperjuangkan, karena tingginya komitmen para aparat penegak hukum memproses kasus-kasus kejahatan seksual.

“Kita juga berharap restitusi untuk para korban benar- benar di kawal oleh LPSK, sebagaimana Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Dalam PP disebutkan, anak korban yang berhak memperoleh restitusi, termasuk anak korban kejahatan seksual,” kata Jasra.

Kemudian dalam PP 78 tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak memerintahkan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan.

“Kita pun berharap pengawalan ini berlangsung hingga tuntas dan memberi pendampingan jangka panjang sebagai mana perintah PP ini dengan banyaknya berbagai aktifitas yang disebutkan untuk program pemulihan dan pemberdayaan yang di lakukan lintas Kementerian. Agar ke depan dalam proses hukum, pidana sampai putusan nanti, tidak ada satupun korban yang tertinggal,” ucap Jasra.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook