WARTALIKA.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam tindakan Kepala Dusun (Kadus) Kabupaten Ngawi, Jawa Timur berinisial SMN bin JWS (50) yang menikahi anak gadis dibawah umur berusia 15 tahun dengan modus akan dibelikan rumah dan mobil.

“Dalam melakukan aksinya, SMN mengiming-imingi korban. Jika dinikahi, korban akan dibelikan rumah dan mobil Pajero,” kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/6/2022).

Selain itu, menurut Retno korban yang dinikahi secara siri dianggap tidak sah, karena tidak atas ijin orangtuanya maupun dihadiri oleh keluarga anak korban.

“Atas kasus tersebut, terduga pelaku kemudian dilaporkan kepihak kepolisian oleh keluarga korban. Diketahui menurut ibu korban, anaknya dinikahi secara siri tanpa izin keluarganya,” ungkapnya

Sebelumnya, perkenalan kedua pasangan ini berawal lewat media sosial Facebook. Kemudian pria paru baya ini membujuk korban, dan untuk memenuhi nafsu bejadnya, apabila korban mau dinikahi akan dibelikan rumah dan mobil.

“KPAI menyampaikan apresiasi kepada pihak kepolisian yang sudah bertindak cepat mengamankan tersangka setelah menerima laporan dari orangtua korban, bahkan turut disita sejumlah alat bukti,” ujar Retno.

Selain itu kata dia, kepolisian juga sudah menerapkan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam kasus ini. Untuk itu, KPAI mendorong pelaku dihukum maksimal sesuai dengan ketentuan dalam UU Perlindungan anak, yaitu 5-15 tahun penjara beserta denda.

“Bersetubuh dengan anak adalah pidana, tidak ada istilah suka sama suka dalam persetubuhan dengan anak di bawah umur. Apalagi pelaku diduga kuat telah melakukan bujuk rayu dan iming-iming korban,” ucapnya.

Rerno juga menyayangkan seharusnya Kepala Dusun menjadi contoh bagi warganya, bukan malah melakukan perbuatan pidana terhadap anak di bawah umur.

“Kepala dusun seharusnya dapat menjadi contoh yang baik bagi perlindungan anak. Pelaku juga telah melakukan pernikahan siri tanpa ijin wali keluarga mempelai wanita. Tentu jelas bertentangan dengan ketentuan ajaran agama,” jelasnya.

Retno menyebut kasus ini merupakan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, bahkan anak mengalami pemerkosaan dengan dalih perkawinan siri. Apalagi perkawinan siri tersebut tak diketahui keluarga korban.

“Mengiming-imingi dan bujuk rayu terhadap korban, ini sangat menguatkan fakta bahwa pelaku memang sudah memperdaya dan berniat jahat pada korban,” tegasnya.

“Akibat perbuatan pelaku, korban mengalami tekanan psikologis jangka panjang karena merasa kehilangan masa depannya. Oleh karena itu, pelaku pantas dituntut hukuman maksimal,” sambung Retno.

KPAI mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) kabupaten Ngawi untuk melakukan rehabilitasi psikologi terhadap korban. Selain itu, DInas Kesehatan kabupaten Ngawi diminta untuk melakukan rehabilitasi medis pada korban.

Selanjutnya, Dinas Pendidikan kabupaten Ngawi juga harus memenuhi hak atas pendidikan agar korban dapat melanjutkan pendidikan untuk mengapai masa depannya.

Pengakuan Tersangka SMN

Tersangka SMN mengakui, pernikahan siri itu dilakukan di rumah salah seorang tokoh masyarakat di Kecamatan Kedunggalar. Menurutnya, saat itu pernikahan berlangsung singkat dengan mahar uang Rp 500 ribu dan seperangkat alat shalat.

“Cuma sebentar langsung makan-makan setelah nikah siri. Mahar Rp 500 ribu dan seperangkat alat shalat. Setelah itu langsung pulang ke rumah mempelai wanita,” tutur SMN

Dari hasil pemeriksaan polisi, SMN mengaku telah beberapa kali melakukan persetubuhan dengan korban di beberapa lokasi sejak April 2022.

 

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook