WARTALIKA.id – Viral pemberitaan adanya dugaan praktik jual beli seragam batik dan olahraga saat kenaikan kelas di Sekolah Dasar Negeri (SDN) diwilayah Cengkareng Barat, Jakarta Barat semakin mencoreng dunia pendidikan saat ini hingga anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Fraksi PSI, August Hamonangan angkat bicara.

Kepada awak media, pria yang akrab disapa August itu mengatakan kebijakan sekolah untuk ikut atau dapat menjual seragam seharusnya berdasarkan pada sulitnya mendapatkan seragam yang cocok dan diatur oleh kebijakan sekolah.

“Sekolah janganlah dijadikan lahan berbisnis atau mencari keuntungan dengan menjadikan itu sebagai penghasilan sampingan. Lihat dari keadaan dan kebutuhan, apakah memang dibutuhkan koperasi untuk siswa yang kesulitan mencari seragam,” kata August Hamonangan pada Rabu (2/11/2022).

Ia menegaskan jika sekolah diperkenankan mendirikan koperasi yang tugas utamanya adalah selain memberikan edukasi juga menjual murah barang-barang kebutuhan untuk siswanya di sekolah tersebut.

Oleh sebab itu, August meminta dan mendorong agar koperasi yang didirikan sekolah tersebut bisa dijadikan ladang pengabdian dan pelayanan kepada siswa bukan untuk bisnis semata melainkan untuk mencerdaskan generasi bangsa.

“Jika terbukti memang malah menjadi lahan bisnis, maka kami akan melakukan tindakan tegas dan reshuffle. Seharusnya pejabat terkait mampu membuat dunia pendidikan menjadi lebih baik dari tahun ke tahun bukannya malah warga masyarakat terus dibebankan dengan adanya biaya pendidikan,” tegas August Hamonangan.

Sekedar informasi sebelumnya viral diberitakan, seorang wali murid berinisial H berencana akan membuat aduan ke Balai Kota, terkait adanya praktik jual beli pakain seragam sekolah, disalah satu SDN diwilayah Cengkareng Barat, Jakarta Barat.

Adapun pakaian seragam sekolah tersebut terdiri dari batik dan olah raga. Anehnya kedua seragam itu dijual melalui koperasi sekolah pada saat kenaikan kelas.

Saat di wawancara H mengatakan, anaknya yang belakangan ini baru naik kelas dua terpaksa harus rebutan beli seragam tersebut. Karena, kata dia, sekolah menjualnya secara bertahap dan dibatasi.

“Waktu saya beli seragam terpaksa rebutan. Maksud saya belinya nunggu di info sekolah dulu, soalnya turunnya bertahap. Kebetulan pas turun, saya lagi ada uang. Seragam batik saya beli itu seharga Rp 90 ribu, kalau ukuran kecil Rp 85 ribu. Kalau yang seragam olah raga Rp 110 ribu,” ungkapnya, Jumat 28 Oktober 2022 lalu.

Berbeda dengan AR, salah seorang wali murid di satu komplek sekolah tersebut mengatakan jika dalam satu tahun terakhir sudah dua kali membeli pakaian seragam sekolah untuk anaknya. Namun, AR tidak begitu merinci biaya yang dikeluarkannya.

“05 sih lebih ribet. Iya peraturan sekolahnya. Pokoknya, 05 beda sendiri dibanding yang lain, apalagi itu udah ganti 2 kali. Baru setahun udah ganti lagi,” keluh AR.

Terpisah, Kepala Bidang Sekolah Dasar (Kabid SD), Satiman meminta agar wali murid menginformasikan hal tersebut kepada Sudin terkait. “Seragam khas sekolah di koperasi yang sah boleh dengan catatan harga murah dan terjangkau,” ujarnya.

Dilain sisi, Satiman mengatakan sekolah tidak boleh menjual seragam. “Yang jelas, intinya sekolah tidak boleh jual,” tegas dia.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook