WARTALIKA.id – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Pengusaha Kecil dan Mikro Indonesia (HIPMIKINDO) mendukung atas komitmen terhadap upaya Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan pelaku UMKM di seluruh wilayah Indonesia.

Sekjen DPP HIPMIKINDO Jurika Fratiwi mengatakan bahwa ada tiga hal yang menjadi prioritas terkait soal kebijakan pengenaan 0,3 persen penggunaan QRIS dan penghapusan hutang KUR serta akses pasar agar pelaku usaha dapat bangkit kembali.

“Hipmikindo selalu berupaya melakukan survei sederhana guna mendapatkan data yang valid dengan menyebarkan kuesioner terkait kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengetahui dan mendapatkan masukkam dari UMKM langsung,” ujar Jurika dalam keterangannya kepada awak media, Kamis (21/9/2023).

Menurutnya, dari data kuesioner yang telah disebar di wilayah DKI Jakarta, responden pelaku usaha makanan dan minuman sebanyak 81.8 persen dan hanya 30.8 persen belum menggunakan QRIS serta mencapai 94.3 persen setuju.

”SPACEIKLAN”

Pelaku usaha yang setuju menggunakan QRIS dan pengenaan 0,3 persen mencapai sebesar 25,8 persen, sementara bagi pelaku yang tidak setuju hanya sebesar 31,4 persen, maka terhimpun setuju pembebanan biaya hingga mencapai 68.5 persen.

Hasil wawancara beberapa pelaku usaha menyatakan QRIS sangat bermanfaat bagi mereka, karena mereka merasa nyaman dan aman serta efisien waktu, karena mereka tidak lagi sibuk untuk mengembalikan kembalian yang terkadang harus menukar uang ke merchant lain, belum lagi resiko uang palsu.

“Hasil dagangan yang tidak seberapa harus menanggung rugi, jika kita kedapatan uang palsu dari pembeli, kami juga minta pengurangan dan perlakuan khusus untuk transaksi di bawah 100.000,-,” kata salah satu pelaku usaha UMKM.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) telah menetapkan pedagang mikro yang menyediakan pembayaran QRIS dikenakan biaya sebesar 0,3 persen. Kebijakan biaya yang dikenakan untuk transaksi Rp. 100.000 keatas, dengan demikian, transaksi dibawah 100.000 dikenakan MDR nol persen atau gratis.

Prioritas kedua HIPMIKINDO juga memberikan perhatian dan mengeluhkan terhadap kurangnya peran Pemerintah dalam recovery terhadap pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang terdampak akibat adanya kebijakan ekonomi terkait sulitnya UMKM untuk bangkit pada saat membutuhkan modal kerja.