Sejarah Penetapan dan Gagasan Hari Santri Nasional 22 Oktober
WARTALIKA.id – Sejarah Penetapan Hari Santri Nasional Melansir dari laman Pendis Kemenag, sejak zaman pra revolusi kemerdekaan, ulama dan santri pondok pesantren menjadi salah satu tonggak perjuangan Indonesia melalui perlawanan rakyat.
Kala itu, para kiai dan pesantrennya memimpin banyak perjuangan bagi kemerdekaan bangsa untuk mengusir para penjajah.
Lahirnya Hari Santri bermula dari fatwa yang disampaikan Pahlawan Nasional KH Haysim Asy’ari. Pada 22 Oktober 1945 lalu, KH Hasyim Asy’ari memimpin perumusan fatwa ‘Resolusi Jihad’ di kalangan kiai pesantren.
Fatwa yang ditetapkan pada 22 Oktober 1945 itu berisi kewajiban berjihad untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan melawan pasukan kolonial yang masih ada di Indonesia, hingga mencapai puncak perlawanan pada 10 November 1945, yang juga dikenal sebagai cikal bakal peringatan Hari Pahlawan.
Sejarah soal Resolusi Jihad diceritakan dari Buku berjudul “KH. Hasyim Asy’ari – Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri” terbitan Museum Kebangkitan Nasional. Dalam tulisan Rijal Muumaziq, Resolusi Jihad bermula dari memanasnya kondisi Indonesia pasca kemerdekaan.
Ada pula peristiwa perebutan senjata tentara Jepang pada 23 September 1945 yang pada akhirnya membawa Presiden Soekarno berkonsultasi kepada KH Hasyim Asy’ari, yang punya pengaruh di hadapan para ulama.
Soekarno melalui utusannya menanyakan hukum mempertahankan kemerdekaan. KH Hasyim Asy’ari kemudian menjawab dengan tegas bahwa umat Islam perlu melakukan pembelaan terhadap tanah air dari ancaman asing. Pada 17 September 1945, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad untuk melawan para penjajah.
Selanjutnya, para ulama se-Jawa dan Madura menetapkan Resolusi Jihad dalam sebuah rapat di Kantor Pengurus Besar NU di Bubutan, Surabaya pada 21-22 Oktober 1945. Adapun keputusan itu kemudian disebarluaskan melalui masjid, musala bahkan dari mulut ke mulut.
Resolusi jihad sengaja tidak disiarkan melalui radio atau surat kabar atas dasar pertimbangan politik. Namun resolusi ini disampaikan oleh Pemerintah melalui surat kabar Kedaulatan Rakyat pada 26 Oktober 1945.
Baru 70 tahun kemudian, pada 15 Oktober 2015 Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 terkait Hari Santri Nasional. Pendeklarasiannya dilaksanakan pada 22 Oktober 2015 di Masjid Istiqlal oleh Presiden Joko Widodo.
Hari Santri Nasional dimaksudkan untuk mengenang dan menghormati jasa perjuangan ulama melalui tokoh-tokoh Islam seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, H.O.S Cokroaminoto, dan masih banyak yang lainnya.
Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri, merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Tema peringatan Hari Santri adalah “Jihad Santri, Jayakan Negeri”. Tema ini dipilih untuk merayakan semangat dan dedikasi para santri sebagai pahlawan pendidikan dan perjuangan kebodohan.
Pentingnya peran santri sebagai pilar keagamaan dan keilmuan yang menjadi motor penggerak kemajuan bangsa.
Hari Santri Nasional diperingati setiap tanggal 22 Oktober setiap tahunnya. Penetapan Hari Santri Nasional memiliki sejarah yang cukup panjang. Sejarah penetapannya berhubungan langsung dengan peristiwa perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan.
Para santri melakukan gerakan jihad sebagai bentuk kontribusi dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Atas kontribusi para santri itulah maka ditetapkan Hari Santri Nasional.
Hari Santri Nasional diawali atas usulan masyarakat pesantren. Menurut para santri Hari Santri ini perlu ditetapkan sebagai momentum untuk mengingat, mengenang, dan meneladani kaum santri yang telah berjuang merebut kemerdekaan Indonesia.
Hari Santri Nasional pertama kali diusulkan oleh ratusan santri Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang, pada tahun 2014. Pada saat itu, pondok pesantren menerima kunjungan Joko Widodo yang masih berstatus sebagai calon presiden. Pada kesempatan tersebut, Jokowi menegaskan bahwa keinginan para santri akan dia perjuangkan. Oleh karenanya, pada hari yang sama Jokowi menandatangani komitmennya untuk menetapkan Hari Santri Nasional tanggal 1 Muharram.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama kemudian mempertimbangkan tanggal penetapan Hari Santri Nasional tersebut. Mereka mengusulkan Hari Santri ditetapkan bukan tanggal 1 Muharram melainkan tanggal 22 Oktober yang dilatarbelakangi momen bersejarah.
Pada tanggal 22 Oktober 1945, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari seorang ulama sekaligus pahlawan nasional Indonesia mencetuskan fatwa resolusi jihad. Hal tersebut dilakukannya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang kembali diserang oleh Sekutu.
Oleh karena itu, dipilihlah tanggal 22 Oktober untuk mengingat dan mengenang sejarah resolusi jihad KH Hasyim Asy’ari. Namun, usulan tersebut mengundang polemik dan berbagai alasan penolakan bermunculan.
Sejumlah orang khawatir akan terjadinya perpecahan karena tidak ada pengakuan bagi yang bukan santri. Namun, pada 15 Oktober 2015, Presiden Jokowi akhirnya menetapkan Hari Santri Nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri.
Sejak penetapan itu, setiap tahunnya Hari Santri Nasional pun dirayakan dengan berbagai kegiatan.
Perlu diketahui, Hari Santri 2023 mengusung tema “Jihad Santri Jayakan Negeri”. Melalui tema ini, Yaqut Cholil Qoumas Menteri Agama mengajak para santri untuk terus berjuang membangun kejayaan negeri dengan semangat jihad intelektual di era transformasi digital.
Gagasan Hari Santri Nasional 22 Oktober
Tak banyak yang tahu, gagasan awal Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober justru lahir dari Banten, tepatnya melalui Piagam Perjuangan Al Fathaniyah. Piagam Penghargaan itu ditandatangani Calon Presiden RI Joko Widodo pada 5 Juli 2014.
Gagasan awal Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober justru lahir dari Banten. Inilah sosok tokoh inspiratif bagi generai Z, generasi milenial hingga generasi kolonial di Banten yaitu Syaikhuna al-Kirom KH Matin Syarkowi mengagasan awal Hari Santri.
KH Matin Syarkowi, Pimpinan Ponpes Al Fathaniyah merupakan pelaku dan penggagas awal hingga munculnya Hari Santri Nasional.
KH Matin Syarkowi menuturkan, sebelum Pemilu 2014, hampir seluruh pesantren tradisional atau sering disebut pesantren kobong di Banten berkeinginan lulusan pesantren ini diakui oleh pemerintah.
Pengakuan pemerintah itu dalam bentuk pemberian sertifikasi kelulusan berdasarkan keahlian dan kompetensi santri seperti ahli fiqih, ahli sunah, penghafal Al Quran dan sebagainya.
Termasuk pengakuan itu dalam bentuk memberikan beasiswa atau bantuan pendidikan kepada para santri yang kebanyakan dari kalangan masyarakat kalangan bawah.
“Kelak gagasan ini ditangkap menjadi Kartu Indonesia Pintar untuk santri,” kata KH Matin Syarkowi.
Menurut KH Matin, menjelang pelaksanaan Pilpres tahun 2014, pihaknya kedatangan utusan dari tim pemenangan pasangan Pilpres Jokowi dan Jusuf Kala.
Sadar bahwa perubahan terhadap ponpes Kobong di Banten juga menjadi bagian dari keputusan politik, maka dukungan terhadap Presiden dan Wapres saat itu disetujui dengan syarat jika pasangan ini menang maka mereka mesti memberikan perhatian dan kebijakan yang dapat mengubah wajah pesantren tradisional di seluruh Indonesia, khususnya di Banten.
Kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk Piagam Perjuangan Al Fathaniyah yang ditandatangani Joko Widodo, Calon Presiden tahun 2014 pada 5 Juli 2014.
“Bisa dikatakan ini merupakan kontrak politik untuk memperjuangkan nasib pesantren tradisional atau kobong,” kata KH Matin Syarkowi, kepada wartawan, Sabtu(21/10/2023).
Kesepakatan itu berisi tiga poin penting. Yaitu pertama, Ponpes tradisional diberikan peran dan menjadi jembatan dalam menghadapi problem keotentikan dan kemoderanan persoalan bangsa.
Kedua, mewujudkan tujuan dasar syariat Islam dalam bentuk keadailan dan kemaslahatan umat manusia.
Dan ketiga, menghadirkan negara dalam bentuk kebijakan politik regulasi dan politik anggaran.
Sejak ditandatangani piagam tersebut, KH Matin Syarkowi menggulirkan gagasan untuk melahirkan peringatan Hari Santri Nasional, sekaligus berkampanye kehadiran nagera dalam Ponpes Trasional jika Jokowi – JK menang.
Kemudian Joko Widodo menjadi Presiden dua periode, dan Hari Santri Nasional ditetapkan pada tanggal 22 Oktober. Peringatan Hari Santri Nasional itu dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 22 tahun 2015.
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri, merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Logo dan Tema Hari Santri 2023.
Tema Hari Santri 2023 yaitu “Jihad Santri Jayakan Negeri”. Melalui tema ini Menag Yaqut mengajak para santri terus berjuang membangun kejayaan negeri dengan semangat jihad intelektual di era transformasi digital.
Selain tema, Kemenag RI juga meluncurkan logo resmi untuk memperingati Hari Santri 2023. Logo Hari Santri tahun ini didesain dengan lima warna, yakni merah, putih, hijau, orange, dan biru.
Berikut mana di balik warna yang dipilih dalam logo Hari Santri 2023, dikutip dari laman Kemenag.
1. Warna merah mencerminkan semangat yang menyala dalam berjuang.
2. Warna putih melambangkan kesucian dan kemurnian.
3. Warna hijau sering dikaitkan dengan Islam dan warna ini mencerminkan nilai‑nilai agama, kedamaian, dan pertumbuhan.
4. Warna orange menciptakan kontras dan kecerahan, menggambarkan semangat, antusiasme, dan energi dalam upaya memajukan negeri.
5. Warna biru adalah lambang kecerdasan dan kebijaksanaan.
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook