WARTALIKA.id – Desak Presiden RI Tolak Draff Perpres Jaminan Kompensasi Warga Pulau Rempang, Payung Hukum kepentingan Neo Kolonialisme Atas Nama Investasi, Hal tersebut di ungkapkan oleh Agus Yusuf Ahmadi, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) SAPU JAGAD saat menghadiri agenda Memperingati Hari Pahlawan Nasional dan Agenda SAPU JAGAD CUP Dewan Pimpinan Daerah (DPD) SAPU JAGAD Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. (Jum’at Malam, 10 November 2023)

Menyikapi pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang menyatakan penyusunan Draff Peraturan Presiden (Perpres) tentang jaminan kompensasi warga Pulau Rempang progresnya sudah mencapai 95%. Tinggal di tandatangani oleh Presiden RI.

Agus Yusuf dalam penjelasanya menyikapi perpres tersebut mengungkapkan, “perpres jaminan kompensasi warga pulau rempang menjadi produk payung hukum untuk kepentingan Neo Kolonialisme dan neo imperialisme kaum kapitalis atas nama investasi, artinya Negara Memfasilitasi Kolonialisme dan Imperialisme Gaya Baru Atas Nama Investasi di Pulau Rempang, rakyat diusir dari negeri sendiri, maka kami medesak presiden jokowi untuk tidak menandatangani prespres penindas rakyat tersebut,” tegas Yusuf kepada awak media, Jumat(10/11/2023)

Yusuf juga menambahkan, mari kita tengok sejarah di jaman penjajahan, Apa bedanya dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) kongsi dagang di era kolonialisme yang menguasai Nusantara pada abad ke 17 berkedok perdagangan dan investasi kaum kapitalis yang berujung kepada penjajahan, menindas, menggusur rakyat.

”SPACEIKLAN”

Yusuf juga memaparkan, Terkait permasalahan yang terjadi dalam sengketa lahan di pulau Rempang negara harus jelas; untuk kepentingan siapa negara dan pemerintah itu hadir, untuk kepentingan apa negara itu ada dan berdiri, seharusnya semata-mata untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Maka seharusnya negara hadir di posisi membela rakyat bukan menggusur, menekan, ataupun menggunakan alasan peraturan presiden (Perpres) jaminan kompensasi warga pulau rempang ataupun dengan menggunakan aturan perundang-undangan malah menjadi kolonialisme dan imperialisme baru yang menindas, mengursir dan menjajah rakyat Indonesia sendiri.

Konflik sengketa tanah pulau Rempang yang terjadi antara masyarakat, Pemerintah, Ditpam Badan Pengusahaan (BP Batam), serta PT. Makmur Elok Graha selaku investor tentang rencana pembangunan Rempang Eco City oleh Perusahaan asal Cina, Xinyi Group yang telah mengumumkan rencana besar untuk berinvestasi dengan nilai mencapai Rp 381 triliun.

Masyarakat adat di rempang yang sudah menghuni lebih dari dua abad, rencana relokasi masyarakat adat ulayat penduduk asli di Pulau Rempang, Galang, dan Galang Baru, menjadi korban terdiri dari berbagai macam suku yakni suku melayu, suku laut, dan beberapa suku lainnya, tanah itu telah dianggap sebagai tanah milik masyarakat adat dari leluhur, dalam bingkai pengembangan investasi Pulau Rempang untuk dijadikan kawasan industri, perdagangan, dan wisata yang terintegrasi.