Saat ini pemerintah mengambil tanah adat dari masyarakat adat dengan melanggar aturan yang dibuat sendiri oleh negara.

“Sesungguhnya, kalau pemerintah mau ambil alih tanah-tanah itu, perlu ambil alih dengan ganti rugi. Raja-raja ini tidak kalah perang dengan republik sehingga aset mereka tidak boleh disita begitu saja,” tutur Datuk Juanda, Ketua Umum Lembaga Komunikasi Pemangku Adat Seluruh Indonesia (LKPASI).

Datuk Juanda yang lama mempelajari tanah-tanah adat di Nusantara, menuturkan, saat ini masyarakat adat Kerajaan, Kesultanan, Kedatuan dan Pemangku Adat menjadi tak berdaya karena tanah yang menghidupi  mereka selama ratusan tahun, kini tidak lagi mereka miliki.

Pertemuan para Raja dan Sultan seluruh Indonesia dengan Presiden Joko Widodo pada 4 Januari 2018 di Istana Bogor merupakan momentum sejarah penting.

”SPACEIKLAN”

Dalam pertemuan itu, Presiden Joko Widodo menyampaikan 4 komitmen kepada para Raja dan Sultan tentang komitmen terhadap aset-aset Kerajaan yang dikuasai negara, sertifikat tanah adat, revitalisasi keraton, dan optimalisasi lahan-lahan tidur aset Kerajaan, Kesultanan, dan Kedatuan. Realisasi inilah yang ditunggu para Raja, Ratu, Sultan, Datuk, Suku Marga dan Pemangku Adat Seluruh Indonesia.

Di masa kolonial Belanda, masyarakat adat menerima pemasukan adat (Adat Inkomst) dari Pemerintah Belanda berupa cukai, kompensasi tetap, hasil tanah, sewa bumi, sewa hutan, sewa tambang, pancung alas, sewa sungai. Pemberian itu sebagai wujud pengakuan atas kepemilikan tanah oleh Kerajaan dan Kesultanan.

Namun setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk, masyarakat adat teralienasi. Tak ada kompensasi terhadap tanah-tanah Kerajaan dan Kesultanan. Ini berbeda dengan pemerintah Belanda yang masih memberi kompensasi kepada Kerajaan dan Kesultanan.

“Sebenarnya solusinya sudah ada. Kalau pemerintah mau mengambil alih tanah-tanah itu tentunya ada payung hukum. Bila tanah Kerajaan diambil alih, peruntukannya ada tiga, untuk keperluan pemerintah, keperluan masyarakat, dan keperluan eks pemilik. Kalau dipakai untuk keperluan pemerintah dan masyarakat, maka eks pemiliknya diberi ganti rugi,” jelas Datuk Juanda. (Rls)