Harapan Konsorsium Kota Tua dan Stakeholder untuk Segera di Bentuk Badan Otorita Kota Tua
WARTALIKA.id – Kelompok Kerja Wartawan Kota Tua (Pokjawar Kotu) Jakarta menggelar diskusi publik perdana, di Hotel Mercure Jakarta Batavia pada hari Senin, 10 Juli 2023, Jl. Kali Besar No. 44, Roa Malaka, Tambora Jakarta Barat, pada hari Senin, 10 Juli 2023, pukul. 09 : 45 Wib sampai selesa dan menghadirkan 8 (delapan) nara sumber yang direncanakan saat dihubungi. Nara sumber yang siap dan memberikan materi dalam diskusi ini hanya 5 (lima) nara sumber, Selasa (8/7/2023).
Ketua Pokjawarkotu Jakarta M. Helmi Romdhoni menjelaskan acara diskusi publik ini adalah kesepakatan rekan-rekan wartawan yang bergabung di Pokjawarkotu Jakarta. “Sejak terbentuknya Pokjawarkotu pada tahun 2017 itu belum mengadakan kegiatan diskusi publik, jadi kita semua pengurus dan penasehat sepakat mengelar diskusi publik dan mengambil tema Nasib Kota Tua Pasca Revitalisasi dan Penataan Kota Tua, Jakarta, dan terpilih menjadi ketua panitia Haryanto,” katanya.
Helmi menyampaikan dalam diskusi ini awalnya akan menghadirkan 8 (delapan) narasumber yang direncanakan saat dihubungi, namun narasumber yang siap dan memberikan materi dalam diskusi ini hanya 5 (lima) narasumber.
“Narasumber yang hadir dan memberikan pemaparan materi diantaranya adalah H. Candriyan Attahiyatt (Arkeolog), Robert Tambunan (Ketua Jakarta Heritage Trust), Yayat Sujatna (Presiden Direktur PT. Pembangunan Kota Tua Jakarta/Konsorsium Kota Tua), Warto Dolin (Pengamat Publik) dan M. Helmi Romdhoni Pokjawarkotu Jakarta,” jelas Helmi.
Robert Tambunan, dalam penyajiannya menceritakan bagaimana perjuangan mereka di wilayah Kotatua sejak tahun 1982 bahkan ia mengungkapkan bahwa dahulu Hotel Mercure di adalah gudang namun pada tahun 1996 di resmikan menjadi hotel Omni Batavia. Selanjutnya Robert mengungkapkan kesulitan untuk mendapat ijin untuk merenovasi pada waktu itu.
“Kami mengalami kesulitan ketika hendak memperbaiki gedung yang ada di Kota Tua ini, begitupun Toko Merah, susah kami dapatkan ijin hingga saat ini untuk diperbaiki, karena butuh adanya kajian-kajian yang sangat perlu diperhatikan terutama bangunan tersebut merupakan cagar budaya,” ungkapnya.
Lebih lanjut Robert juga mengeluhkan ketiadaan lahan parkir resmi bagi pengunjung Kota Tua yang merupakan salah satu permasalahan yang ada serta penataan laulintas yang rumit dan tidak teratur sehingga mempersulit pengunjung untuk melintas di kawasan kotatua.
“Sebelumnya kami sudah membuat siteplane jalur perlintasan kendaraan dan juga titik-titik parkir untuk kendaraan maupun pedagang kaki lima agar tertata jadi tidak lagi parkir dan berdagang disembrang tempat, namun usulan kami tidak pernah di perhatikan sehingga banyak para pemilik gedung komplain karena jalur lalu lintas dan penataan yang tidak teratur sehingga pengunjung jadi malas untuk berkunjung ke tempat kami, apalagi sekarang sudah ada aturan Jam malam yang membuat pengunjung dibatasi untuk datang berkunjung dan masuk ke gedung kami sehingga ini bisa mematikan usaha kami,” ujar Robert selaku ketua Jakarta Heritage Trust/Komunitas Pemilik dan Pengelola Bangunan Kota Tua.
Sementara itu Yayat Sujatna ketika ditanya terkait sejauh mana konsorsium dalam menata Kota Tua? mengatakan jika usaha membangun dan menata kawasan Kota Tua sudah dimulai ketika Gubernur Jokowi pada tanggal 17 Juni 2013 memberikan mandat dengan membangun gedung PT Pos Indonesia.
“Namun dengan pergantian 6 Gubernur sejak Jokowi hingga kini Plt. Heru Budi Hartono berbagai kebijakan dan regulasi yang tidak konsisten terjadi dalam pengelolaan Kota Tua,” kata dia.
Yayat juga menekankan program yang mereka terapkan saat mengelola Kota Tua adalah menerapkan asas to life – to play – to work (hidup-bermain-bekerja). Ia juga mempermasalahkan grand design yang belum pernah mereka ketahui agar ketika konsorsium bekerja mereka tahu apa yang harus dikerjakan sehingga pekerjaan tidak sia-sia.
“Dari sejak tahun 2013 kami sudah membuat konsep penataan kawasan baik dari revitalisasi bangunan, parkir maupun pedagang sudah kami konsepkan dan tata dengan baik, hingga kami pun sudah membuat koperasi yang berbadan hukum namun setelah kami sudah buat dan kami bangun, ganti pimpinan ganti juga regulasi yang mengakibatkan program kami menjadi sia-sia dan banyak para investor untuk hengkang karena ketidakjelasan aturan dan regulasi dari pemerintah yang sering berubah terhadap konsep kawasan kotatua kedepannya,” terang Yayat selaku Presdir Konsorsium Kotatua.
Menanggapi hal tersebut Warto Dolin selaku Pemerhati Kebijakan Publik mengharapkan di Kota Tua harus memiliki akses masuk kendaraan yang mudah dan kenyamanan juga harus diciptakan agar Kota Tua menjadi one stop destination dan perlu adanya badan otoritas sebagai pusat kebijakan karena Kawasan Kotatua berbeda dengan dengan wilayah lainnya seperti Monas dan Ancol karena Kotatua ini sebagian besar bangunan adalah milik swasta, BUMN dan pribadi sedangkan pemerintah hanya memiliki sebagian kecil saja jadi perlu adanya badan yang bisa mengatur semua kebijakan.
Narasumber M. Helmi Romdhoni selaku ketua Pokjawar Kotu sebagai sesi penutup memaparkan anggaran biaya yang digelontorkan untuk Kota Tua cukup besar, “Pada tahun 2019 Kota Tua mendapatkan anggaran sebesar Rp 111 Milyar namun di tahun 2020 covid 19 menimpa Indonesia dan dunia sehingga menjadi penyebab penataan Kota Tua terhambat,” ungkapnya.
Helmi mengingatkan agar kita tetap semangat untuk mengelola Kota Tua artinya kita harus mengubah nasib karena Kota Tua merupakan pusat perdagangan modernisasi, dari Kota Tualah kita mengenal pasar, perdagangan, budaya dan lain-lain.
Acara yang dimoderatori oleh Iradat Ismail selaku Koordinator Jaringan Advokat Publik selanjutnya membuka termin tanya jawab. Dari hasil pertanyaan dari audiens Daeng Mansur Amin, Santi, Abidin, dan Edi Suryadinata berturut-turut didapat kata kunci masukan dan saran kepada Pokja dan Nara Sumber adalah:
1. Meminta agar semua pihak memahami permasalahan dan ruang lingkup penataan Kota Tua dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.
2. Kegiatan Diskusi Publik ini agar difollow up dan Pemerintah yang membuat kebijakan seharusnya hadir sebagai narasumber.
3. Dilakukan analisa dan Kajian dalam menentukan arah kebijakan untuk kawasan Kotatua
4. Agar UKM yang ada di Kota Tua dilakukan pembinaan dan diberikan tempat yang layak tertata berdampingan dengan titik-titik parkir di sekitar Kawasan Kotatua.
Hal yang penting dari hasil diskusi publik adalah merekomendasikan melalui Pokjawarkotu agar mengusulkan pembentukan Badan Otorita Kota Tua yang diusulkan dan ditegaskan Yayat Sujatna dan Robert Tambunan.
Acara diakhiri dengan hiburan Musik Keroncong Tugu pimpinan Guido Quiko yang disupport oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook