Stasiun Beos Saksi Bisu Dari Batavia ke Jakarta Modern
WARTALIKA.id – Stasiun Beos Kota, yang kini dikenal sebagai Stasiun Jakarta Kota, adalah salah satu bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu perjalanan waktu di ibu kota Indonesia. Terletak di kawasan Kota Tua Jakarta, stasiun ini merupakan ikon transportasi yang tidak hanya memiliki nilai fungsional, tetapi juga arsitektur dan sejarah yang luar biasa.
Stasiun ini dibangun pada masa kolonial Belanda dengan nama Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS), yang kemudian lebih dikenal dengan singkatan “Beos”. Pembangunan stasiun dimulai pada 1926 dan selesai pada 1929. Stasiun ini dirancang oleh arsitek ternama Belanda, Frans Johan Louwrens Ghijsels, yang mengadopsi gaya arsitektur Art Deco dengan sentuhan modern.
Pada 8 Oktober 1929, Stasiun Beos resmi dibuka dan menjadi pusat transportasi utama bagi masyarakat di Batavia, nama lama Jakarta. Keberadaannya tidak hanya mempermudah perjalanan kereta api, tetapi juga menghubungkan kawasan urban dengan daerah pinggiran melalui jalur rel yang efisien.
Ciri khas utama Stasiun Beos adalah desain bangunannya yang megah. Gaya Art Deco yang diusung terlihat dari detail simetris, garis-garis tegas, serta penggunaan material beton dan kaca. Atapnya yang melengkung dan aula utama yang luas menunjukkan kemegahan sekaligus inovasi arsitektur pada masa itu.
Tidak hanya menjadi simbol modernisasi, Stasiun Beos juga dirancang dengan mempertimbangkan iklim tropis. Ventilasi yang baik dan pencahayaan alami membuat suasana di dalam stasiun tetap nyaman meski tanpa pendingin udara modern.
Stasiun Beos tidak hanya berfungsi sebagai pusat transportasi, tetapi juga menjadi saksi banyak peristiwa penting. Pada masa pendudukan Jepang (1942–1945), stasiun ini diambil alih dan digunakan untuk kepentingan logistik perang. Setelah Indonesia merdeka, Stasiun Beos menjadi bagian dari sejarah perjalanan bangsa, melayani jutaan penumpang setiap tahunnya.