“Bukti foto copy SHGB nomor 16007, nomor 16008, dan nomor 16014 dengan total seluas 9.038m2, terdapat keterangan bahwa daftar isian 301.nomor 28222/2017 tanggal 24-8-2017, terhadap bidang tanah yang direncanakan merupakan fasos dan fasum harus diserahkan berikut kontruksinya kepada Pemprov DKI tanpa ganti rugi,” ujarnya.

“Jadi fasos/fasum itu tidak bisa diperjualbelikan seenaknya. Itu fasilitas umum kalau dijual lagi itu sudah bertentangan dengan hukum. Karena itu sudah kewajiban developer tanpa membayar sepeserpun dan kepada siapapun. Harus diserahkan full ke Pemda DKI dalam hal ini biro aset,” tegas Madsanih

Bahkan menurut Madsanih, keterangan tersebut juga diperkuat oleh BPN Jakarta Barat. Dalam jawaban sebagai tergugat pada sidang perdata nomor perkara 157/Pdt.G/2023/PN.JKT.BRT.

Padahal sebagai pengembang maka PT Tamara Green Garden berkewajiban memberikan sebagian lahannya kepada Pemprov DKI untuk dijadikan fasos dan fasum.

“Ini kan sudah jelas jawaban dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI bahwa tanah seluas 9.038m2 itu adalah tanah fasos dan fasum kewajiban PT Tamara Green Garden yang harus diserahkan ke Pemprov DKI,” katanya.

Oleh kerena itu, LBH Pijar melaporkan ke Kejati DKI untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan yang berada di Jalan Irigasi, Pegadungan.

Madsanih juga menambahkan jika laporannya tahun 2024 ini informasi terkini dari Kejaksaan sudah memeriksa beberapa pejabat terkait termasuk kantor BPN Jakarta Barat.

“Jelas merugikan keuangan negara dalam hal ini Pemprov DKI, kalau dilihat dari surat pelepasan dan peralihan dengan total seluas 9.038m2. Jika harga permeter persegi Rp8.825.00 jumlahnya sekitar Rp78 miliar terkait pengadaan lahan tersebut,” beber dia.